Rabu
MENGENAL “CINTA, RINDU DAN CEMBURU DALAM PERSPEKTIF ISLAM”
08.25
|
Banyak orang berbicara tentang
masalah ini tapi tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Atau tidak menjelaskan
batasan-batasan dan maknanya secara syari. Dan kapan seseorang itu keluar dari
batasan-batasan tadi.
Dan seakan-akan yang menghalangi
untuk membahas masalah ini adalah salahnya pemahaman bahwa pembahasan masalah
ini berkaitan dengan akhlaq yang rendah dan berkaitan dengan perzinahan,
perkataan yang keji. Dan hal in adalah salah. Tiga perkara ini adalah sesuatu
yang berkaitan dengan manusia yang memotivasi untuk menjaga dan mendorong
kehormatan dan kemuliaannya.
Aku memandang pembicaraan ini yang
terpenting adalah batasannya, penyimpangannya, kebaikannya, dan kejelekannya.
Tiga kalimat ini ada dalam setiap hati manusia, dan mereka memberi makna dari
tiga hal ini sesuai dengan apa yang mereka maknai.
1.
Cinta (AI-Hubb)
Cinta yaitu Al-Widaad yakni kecenderungan hati pada
yang dicintai, dan itu termasuk amalan hati, bukan amalan anggota badan/dhahir.
Pernikahan itu tidak akan bahagia dan berfaedah kecuali jika ada cinta dan
kasih sayang diantara suami-isteri. Dan kuncinya kecintaan adalah pandangan.
Oleh karena itu, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, menganjurkan pada
orang yang meminang untuk melihat pada yang dipinang agar sampai pada kata
sepakat dan cinta, seperti telah kami jelaskan dalam bab Kedua.
Sungguh telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan
Nasa’i dari Mughirah bin Su’bah Radhiyallahu ‘anhu berkata ;”Aku telah meminang
seorang wanita”, lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku
:’Apakah kamu telah melihatnya?” Aku berkata :”Belum”, maka beliau bersabda :
‘Maka lihatlah dia, karena sesungguhnya hal itu pada akhimya akan lebih
menambah kecocokan dan kasih sayang antara kalian berdua’
Sesungguhnya kami tahu bahwa kebanyakan dari
orang-orang, lebih-lebih pemuda dan pemudi, mereka takut membicarakan masalah
“cinta”, bahkan umumnya mereka mengira pembahasan cinta adalah perkara-perkara
yang haram, karena itu mereka merasa menghadapi cinta itu dengan keyakinan dosa
dan mereka mengira diri mereka bermaksiat, bahkan salah seorang diantara mereka
memandang, bila hatinya condong pada seseorang berarti dia telah berbuat dosa.
Kenyataannya, bahwa di sini banyak sekali
kerancuan-kerancuan dalam pemahaman mereka tentang “cinta” dan apa-apa yang
tumbuh dari cinta itu, dari hubungan antara laki-laki dan perempuan. Dimana
mereka beranggapan bahwa cinta itu suatu maksiat, karena sesungguhnya dia
memahami cinta itu dari apa-apa yang dia lihat dari lelaki-lelaki rusak dan
perempuan-perempuan rusak yang diantara mereka menegakkan hubungan yang tidak
disyariatkan. Mereka saling duduk, bermalam, saling bercanda, saling menari,
dan minum-minum, bahkan sampai mereka berzina di bawah semboyan cinta. Mereka
mengira bahwa ‘cinta’ tidak ada lain kecuali yang demikian itu. Padahal
sebenarnya tidak begitu, tetapi justru sebaliknya.
Sesungguhnya kecenderungan seorang lelaki pada
wanita dan kecenderungan wanita pada lelaki itu merupakan syahwat dari syahwat syahwat
yang telah Allah hiaskan pada manusia dalam masalah cinta, Artinya Allah
menjadikan di dalam syahwat apa-apa yang menyebabkan hati laki-laki itu
cenderung pada wanita, sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya) :
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak,… “, (Q.S
Ali¬-Imran : 14)
Andaikan tidak ada rasa cinta lelaki pada wanita
atau sebaliknya, maka tidak ada pernikahan, tidak ada keturunan dan tidak ada
keluarga. Namun, Allah Ta’ala tidaklah menjadikan lelaki cinta pada wanita atau
sebaliknya supaya menumbuhkan diantara keduanya hubungan yang diharamkan,
tetapi untuk menegakkan hukum-hukum yang disyari’atkan dalam bersuami isteri,
sebagaimana tercantum dalam hadits Ibnu Majah, dari Abdullah bin Abbas
radiyallahu anhuma berkata : telah bersabda Rasulullah shalallahu alaihi wa
sallam :
“Tidak terlihat dua orang yang saling mencintai,
seperti pemikahan .?
Dan agar orang-orang Islam menjauhi jalan-jalan yang
rusak atau keji, maka Allah telah menyuruh yang pertama kali agar menundukan
pandangan, karena pandangan’ itu kuncinya hati, dan Allah telah haramkan semua
sebab-sebab yang mengantarkan pada Fitnah, dan kekejian, seperti berduaan
dengan orang yang bukan mahramya, bersenggolan, bersalaman, berciuman antara
lelaki dan wanita, karena perkara ini dapat menyebabkan condongnya hati. Maka
bila hati telah condong, dia akan sulit sekali menahan jiwa setelah itu,
kecuali yang dirahmati Allah Subhanahu wa ta’ala.
Allah lah yang menghiasi bagi manusia untuk cinta
pada syahwat ini, maka manusia mencintainya dengan cinta yang besar, dan
sungguh telah tersebut dalam hadits bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
“Diberi rasa cinta padaku dari dunia kalian ; wanita
dan wangi¬-wangian dan dijadikan penyejuk mataku dalam sholat? ( HR Ahmad,
Nasa’i, Hakim dan Baihaqi)
Bahwa Allah tidak akan menyiksa manusia dalam
kecenderungan hatinya. Akan tetapi manusia akan disiksa dengan sebab jika
kecenderungan itu diikuti dengan amalan-amalan yang diharamkan. Contohnya :
apabila lelaki dan wanita saling pandang memandang atau berduaan atau duduk
cerita panjang lebar, lalu cenderunglah hati keduanya dan satu sama lainnya
saling mencinta, maka kecondongan ini tidak akan menyebabkan keduanya disiksanya,
karena hal itu berkaitan dengan hati, sedang manusia tidak bisa untuk menguasai
hatinya. Akan tetapi, keduanya diazab karena yang dia lakukan. Dan karena
keduanya melakukan sebab yang menyampaikan pada ‘cinta’, seperti telah kami
sebutkan. Dan keduanya akan dimintai tanggungjawab dan akan disiksa juga dari
setiap keharaman yang dia perbuat setelah itu.
Adapun cinta yang murni yang dijaga kehormatannya,
maka tidak ada dosa padanya, bahkan telah disebutkan oleh sebagian ulama
seperti Imam Suyuthi, bahwa orang yang mencintai seseorang lalu menjaga
kehormatan dirinya dan dia menyembunyikan cintanya maka dia diberi pahala,
sebagaimana akan dijelaskan dalam ucapan kami dalam bab ‘Rindu’. Dan dalam
keadaan yang mutlak, sesungguhnya yang paling selamat yaitu menjauhi semua
sebab-sebab yang menjerumuskan hati dalam persekutuan cinta, dan mengantarkan
pada bahaya-bahaya yang banyak, namun sangat sedikit mereka yang selamat.
2.
Rindu (Al-’Isyq)
Rindu itu ialah cinta yang berlebihan, dan ada rindu
yang disertai dengan menjaga diri dan ada juga yang diikuti dengan kerendahan.
Maka rindu tersebut bukanlah hal yang tercela dan keji secara mutlak. Tetapi
bisa jadi orang yang rindu itu, rindunya disertai dengan menjaga diri dan
kesucian, dan kadang-kadang ada rindu itu disertai kerendahan dan kehinaan.
Sebagaimana telah disebutkan, dalam ucapan kami
tentang cinta maka rindu juga seperti itu, termasuk amalan hati, yang orang
tidak mampu menguasainya. Tapi manusia akan dihisab atas sebab-sebab yang
diharamkan dan atas hasil-hasilnya yang haram. Adapun rindu yang disertai
dengan menjaga diri padanya dan menyembunyikannya dari orang-orang, maka
padanya pahala, bahkan Ath-Thohawi menukil dalam kitab Haasyi’ah Marakil Falah
dari Imam Suyuthi yang mengatakan bahwa termasuk dari golongan syuhada di
akhirat ialah orang-orang yang mati dalam kerinduan dengan tetap menjaga
kehormatan diri dan disembunyikan dari orang-orang meskipun kerinduan itu
timbul dari perkara yang haram sebagaimana pembahasan dalam masalah cinta.
Makna ucapan Suyuthi adalah orang-orang yang
memendam kerinduan baik laki-laki maupun perempuan, dengan tetap menjaga
kehormatan dan menyembunyikan kerinduannya sebab dia tidak mampu untuk
mendapatkan apa yang dirindukannya dan bersabar atasnya sampai mati karena kerinduan
tersebut maka dia mendapatkan pahala syahid di akhirat.
Hal ini tidak aneh jika fahami kesabaran orang ini
dalam kerinduan bukan dalam kefajiran yang mengikuti syahwat dan dia bukan
orang yang rendah yang melecehkan kehormatan manusia bahkan dia adalah seorang
yang sabar, menjaga diri meskipun dalam hatinya ada kekuatan dan ada
keterkaitan dengan yang dirindui, dia tahan kekerasan jiwanya, dia ikat anggota
badannya sebab ini di bawah kekuasaannya. Adapun hatinya dia tidak bisa
menguasai maka dia bersabar atasnya dengan sikap afaf (menjaga diri) dan
menyembunyikan kerinduannya sehingga dengan itu dia mendapa pahala.
3.
Cemburu (Al-Ghairah)
Cemburu ialah kebencian seseorang untuk disamai
dengan orang lain dalam hak-haknya, dan itu merupakan salah satu akibat dari
buah cinta. Maka tidak ada cemburu kecuali bagi orang yang mencintai. Dan
cemburu itu ternasuk sifat yang baik dan bagian yang mulia, baik pada laki-laki
atau wanita.
Ketika seorang wanita cemburu maka dia akan sangat
marah ketik~asuaminya berniat kawin dan ini fitrah padanya. Sebab perempuan
tidak akan menerima madunya karena kecemburuannya pada suami, dia senang bila
diutamakan, sebab dia mencintai suaminya. Jika dia tidak mencintai suaminya,
dia tidak akan peduli (lihat pada bab 1). Kita tekankan lagi disini bahwa
seorang wanita akan menolak madunya, tetapi tidak boleh menolak hukum syar’i
tentang bolehnya poligami. Penolakan wanita terhadap madunya karena gejolak
kecemburuan, adapun penolakan dan pengingkaran terhadap hukum syar’i tidak akan
terjadi kecuali karena kelalaian dan kesesatan.
Adapun wanita yang shalihah, dia akan menerima
hukum-hukum syariat dengan tanpa ragu¬-ragu, dan dia yakin bahwa padanya ada
semua kebaikan dan hikmah. Dia tetap memiliki kecemburuan terhadap suaminya
serta ketidaksenangan terhadap madunya.
Kami katakan kepada wanita-wanita muslimah khususnya, bahwa ada bidadari yang jelita matanya yang Allah Ta’ala jadikan mereka untuk orang mukmin di sorga. Maka wanita muslimat tidak boleh mengingkari adanya ‘bidadari’ ini untuk orang mukmin atau mengingkari hai-hal tersebut, karena dorongan cemburu.
Kami katakan kepada wanita-wanita muslimah khususnya, bahwa ada bidadari yang jelita matanya yang Allah Ta’ala jadikan mereka untuk orang mukmin di sorga. Maka wanita muslimat tidak boleh mengingkari adanya ‘bidadari’ ini untuk orang mukmin atau mengingkari hai-hal tersebut, karena dorongan cemburu.
Maka kami katakan padanya :
a. Dia tidak
tahu apakah dia akan berada bersama suaminya di surga kelak atau tidak.
b. Bahwa cemburu
tidak ada di surga, seperti yang ada di dunia.
c. Bahwasanya
Allah Subhanahu wa ta’ala telah mengkhususkan juga bagi wanita dengan
kenikmatan-kenikmatan yang mereka ridlai, meski klta tidak mengetahui secara
rinci.
d. Surqa
merupakan tempat yang kenikmatannya belum pernah terlihat oleh mata, terdengar
oleh telinga dan terbetik dalam hati manusia, seperti firman Allah Ta’ala : “Seorangpun
tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaltu (bermacam-macam
nikmat) yang menyedapkan pandangan mata scbagai balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan? (Q.S As-Sajdah : 17)
Oleh karena itu, tak seorang pun mengetahui apa yang
tcrsembunyi bagi mereka dari bidadari-bidadari penyejuk mata sebagai balasan
pada apa-apa yang mereka lakukan. Dan di sorga diperoleh kenikmatan-kenikmatan
bagi mukmin dan mukminat dari apa-apa yang mereka inginkan, dan juga didapatkan
hidangan-hidangan, dan akan menjadi saling ridho di antara keduanya sepenuhnya.
Maka wajib bagi keduanya (suami-isteri) di dunia ini untuk beramal sholeh agar
memperoleh kebahagiaan di sorga dengan penuh kenikmatan dan rahmat Allah Ta’ala
yang sangat mulia lagi pemberi rahmat.
Adapun kecemburuan seorang laki-laki pada
keluarganya dan kehormatannya, maka hal tersebut ‘dituntut dan wajib’ baginya
karena termasuk kewajiban seorang laki-laki untuk cemburu pada kehormatannya
dan kemuliaannya. Dan dengan adanya kecemburuan ini, akan menolak adanya
kemungkaran di keluarganya. Adapun contoh kecemburuan dia pada isteri dan
anak-anaknya, yaitu dengan cara tidak rela kalau meraka telanjang dan membuka
tabir di depan laki-laki yang bukan mahramnya, bercanda bersama mereka, hingga
seolah-olah laki-laki itu saudaranya atau anak-anaknya.
Anehnya bahwa kecemburuan seperti ini, di jaman kita
sekarang dianggap ekstrim-fanatik, dan lain-lain. Akan tetapi akan hilang
keheranan itu ketika kita sebutkan bahwa manusia di jaman kita sekarang ini
telah hidup dengan adat barat yang jelek. Dan maklum bahwa masyarakat barat
umumnya tidak mengenal makna aib, kehormatan dan tidak kenal kemuliaan, karena
serba boleh (permisivisme), mengumbar hawa nafsu kebebasan saja. Maka
orang¬orang yang mengagumi pada akhlaq-akhlaq barat ini tidak mau memperhatikan
pada akhlaq Islam yang dibangun atas dasar penjagaan kehormatan, kemuliaan clan
keutamaan.
Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
telah mensifati seorang laki-laki yang tidak cemburu pada keluarganya dengan
sifat-¬sifat yang jelek, yaitu Dayyuuts: Sungguh ada dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabraani dari Amar bin Yasir ; serta dari Al-Hakim,
Ahmad dan Baihaqi dan Abdullah bin Amr , dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
bahwa ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga yaitu peminum khomr,
pendurhaka orang tua dan dayyuts. Kemudian Nabi menjelaskan tentang dayyuts,
yaitu orang yang membiarkan keluarganya dalam kekejian atau kerusakan, dan
keharaman.
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
Label
- Cinta (2)
- HSU (8)
- Inspirasi (6)
- Kalimantan Selatan (8)
- Teori (5)
- Trik (13)
- Wanita dan Pria (5)
:-)
BalasHapusSubhanallah
BalasHapussubhanallah syukran
BalasHapussyukron...
BalasHapus