Kontributor

Diberdayakan oleh Blogger.
Mau kenal Lebih Jauh dengan Saya? Yuk Add my Facebook..^_^
Sabtu

Terperangkap


“Namanya Will. Dia seorang yang kaya raya untuk ukuran kita di Indonesia. Usianya muda, masih 31. Kekayaannya puluhan juta dollar. Dia bekerja di salah satu perusahaan raksasa di Wall Street, New York, yang merupakan pusat ekonomi dunia. Penghasilannya setahun lebih dari 5 juta US$. Jika dikurs-kan dengan rupiah, penghasilannya sekitar 55 miliar rupiah setahun. Itu artinya sebulan dia berpenghasilan sekitar 4,5 miliar rupiah. Jika dihitung harian, maka dalam sehari dia menerima sekitar 152 juta rupiah. Kabar bagus untuk para gadis, dia seorang lajang. Mukanya pun rupawan. Oleh rekan-rekannya, dia dijuluki “The Handsome”, alias si tampan. Yang tak kalah penting, Will sangat sopan, seorang gentleman sejati dan sangat baik hati. Pendek kata, dia adalah pria yang paling diincar di seantero wall-street. Para gadis di sana berlomba-lomba menaklukkan hatinya.

Gadis-gadis di Wall-Street sudah tentu gadis-gadis yang luar biasa. Mereka semua pintar, dan lulusan dari Perguruan Tinggi terbaik di dunia. Jika tidak, sudah tentu mereka tidak akan menembus persaingan ketat di Wall-Street. Mereka juga berpenghasilan besar. Serendah-rendahnya pegawai di perusahaan yang bergerak di Wall-Street, penghasilannya masih cukup besar jika dibandingkan penghasilan rata-rata kelas menengah di Amerika Serikat. Jadi, gadis-gadis itu adalah gadis yang luar biasa. Will tahu itu.

Hampir setiap minggu, Will berkencan dengan gadis yang berbeda. Begitu tidur bersama selama beberapa malam, Will akan memutuskan hubungan itu. Tapi itu memang hal yang biasa terjadi di New York. Tidak banyak kegaduhan karenanya. Masalahnya, tidak ada gadis yang bisa menolak jika Will mulai beraksi menebarkan pesonanya. Setiap gadis yang didekatinya takluk. Maklum, para gadis itu memang mengharapkan Will.  Begitulah yang terus terjadi dalam hidup Will. Hingga suatu ketika dia menghilang dari pekerjaannya selama beberapa waktu.

Semua orang di kantornya gempar. Will menghilang. Para gadis yang pernah dikencaninya pun ikut-ikutan berusaha mencarinya. Polisi di minta mencari jejaknya. Rumahnya dalam keadaan rapi ketika Will pergi. Di lacak ke rumah orangtuanya, Will ternyata tidak pernah ke sana. Polisi pun mengeluarkan hipotesa bahwa Will mungkin telah menjadi korban pembunuhan.  Hiruk pikuk tentang hilangnya Will pun mereda. Semua orang kembali ke aktivitasnya masing-masing. Para gadis yang pernah dikencaninya pun telah membuang Will dalam agenda mereka.

Benarkah Will telah menjadi korban pembunuhan? Jane, seorang gadis yang dikencani Will terakhir kali, meragukannya. Dalam hatinya, Jane berharap agar Will selamat dan ada di suatu tempat yang aman saat ini. Meskipun hanya pernah kencan beberapa saat, dia terus menunggu Will. Ketika rumah Will dilelang oleh keluarganya, Jane membelinya dengan syarat agar semua barang-barang Will tetap di tempatnya. Setelah aperteman itu menjadi miliknya, setiap hari dia mampir ke rumah Will untuk membersihkan dan memastikan bahwa semua barang-barang Will masih tetap di tempatnya. Dia percaya bahwa Will akan kembali ke rumah itu kelak, dan dia akan menunggunya.

Tapi Will tidak pernah kembali. Tidak pada tahun itu. Suatu malam, sekitar 1,5 tahun setelah hilangnya Will, setelah Jane membersihkan rumahnya yang merupakan milik Will sebelumnya, dia memperhatikan adanya sesuatu yang ganjil. Ada guratan di lantai di sebelah meja kayu bulat yang ada di dekat perapian. Penasaran, Jane berusaha menggeser meja itu. Ternyata, ada sebuah lubang sekitar 30 cm dalamnya dan berdiameter sekitar setengah meter di lantai yang ditutupi meja itu. Di lantai lubang ada besi yang menjadi alasnya.

Jane mengambil linggis dan mulai berusaha menghancurkan lantai itu. Tapi sia-sia. Dia pun memanggil tukang besi. Ternyata, besi itu dikendalikan oleh tenaga listrik. Dan kabel ke arah sumber listrik tidak tersambung ke aliran listriknya. Alhasil pintu besi lubang itu tidak dapat dibuka. Setelah listrik tersambung, pintu itu berhasil dibuka dengan mudah. Ada sebuah lorong yang menuju entah ke mana. Berbekal lampu senter, Jane menuruni lantai. Sekitar 20 meter kemudian, lorong itu berujung di sebuah kamar yang indah di bawah tanah. Dalam hatinya terbersit harapan akan menemui jejak Will di kamar itu. Sebuah foto ayah dan Ibu Will tergantung di dinding. Will pasti telah membuatnya, pikir Jane.

“Jane, apa yang kamu lakukan di sini?” Sebentuk suara sengau mengagetkan Jane. “Will, kaukah itu?”

Ternyata Will ada di kamar itu. Kondisinya kurus kering dan pucat. Selama 1,5 tahun ternyata dia tidak ke mana-mana. Dia hanya berada di kamar itu, yang sengaja di buat Will sendiri untuk melepaskan diri dari segala kesibukan. Akhirnya terkuaklah semuanya. Pada suatu ketika Will sedang berada di kamar rahasianya. Jane datang. Di cari-cari, Will tidak ada. Jane berpikir bahwa Will mungkin pergi. Oleh karena itu Jane pun pergi. Sebelum pergi, dia mematikan lampu di rumah Will yang saat itu tengah menyala. Dia mencabut kabel-kabel yang masih tersambung dengan sirkuit/steker listrik. Dipastikannya rumah itu aman sebelum dia beranjak.

Rupanya, tindakan Jane mencabut aliran listrik telah menjebak Will di dalam kamar bawah tanahnya selama 1,5 tahun. Saat itu Will tengah berada di kamar bawah tanah dan mencoba pintu lubangnya secara elektris. Tanpa listrik, pintu itu tidak akan pernah terbuka. Will pun tidak bisa menggali karena dinding lubang dan kamar bawah tanahnya telah disemen sangat tebal sedemikian rupa. Lebih-lebih tidak ada alat untuk menggali di dalam sana.

Bagaimana Will makan? Minum tidak kesulitan. Kamar bawah itu telah dialiri air ledeng dari rumahnya yang di atas. Ada WC di dalam sana. Will beruntung dalam soal makanan. Di kamarnya dia menyimpan roti yang sedemikian banyak. Semula Will merencanakan agar roti yang disimpan di kamar bawah tanah cukup untuk sebulan, sebab hanya sebulan sekali dia belanja. Roti itu untuk bekal dirinya di kamar itu karena dia senang tidur dan membaca di bawah sana. Tapi ketika dia tahu bahwa dirinya mungkin terjebak di dalam kamar itu selamanya atau akan keluar tapi dengan peluang sangat kecil, dia memilih yang terakhir. “Aku ingin ditemukan. Aku ingin hidup” katanya.  Jadi ia menghemat roti itu selama mungkin. Hasilnya, satu setengah tahun dia bisa bertahan dengan roti yang semula dicadangkannya hanya untuk sebulan. Saat ditemukan Jane, roti terakhirnya habis 2 hari yang lalu. Will sendiri sudah tidak berharap akan ada yang menemukannya. Dia pasrah. Tapi mukjizat terjadi. “Tuhan mengirimkan Jane,” ujar Will.

Jane sangat merasa bersalah atas kejadian itu. Dengan inisiatif sendiri dia menyerahkan diri ke polisi untuk ditangkap. “Dia telah menebusnya. Bukankah dia yang menemukanku? Bukankah dia yang membeli rumahku dan memastikan rumahku tetap seperti keadaan semula. Jika bukan karena kejadian ini, aku tidak akan pernah tahu siapa yang benar-benar mencintaiku” ujar Will kepada petugas polisi ketika dia datang untuk membebaskan Jane, “Jadi, tidak ada alasan bagimu untuk merasa bersalah” katanya kepada Jane.

Hal-hal kecil yang kita lakukan kadang membuat perubahan yang sedemikian besar pada orang lain. Tindakan Jane yang mencabut steker listrik telah memerangkap Will di kamar bawah tanahnya. Tapi, keyakinan Jane bahwa Will masih ada juga telah mendorongnya secara tidak sadar untuk menyelamatkan Will. Dunia kadang bekerja dalam proses-proses yang tidak sepenuhnya dapat kita mengerti.



Sumber : http://psikologi-online.com

0 komentar:

Label